Hadist
tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban meskipun sebagian menjadi pertentangan
(khilafiyah) para ulama, terutama masalah sahih dan dlaifnya. Ini yang
terkadang menyebabkan diantara kita saling mencela. Perbuatan itu tentu tidak
ada manfaatnya sama sekali dan sangat merugikan umat Islam sendiri. Maka
sebaiknya mari saling menghargai dan menghormati. Bagi yang meyakini kesahihan
hadist Nisfu Sya’ban silahkan mengamalkan dengan menghidupkan malam tersebut
dengan berbagai ibadah yang diajarkan Rasulullah saw.
Peringatan
Nisfu Sya'ban tidak hanya
dilakukan di Indonesia
saja. Al-Azhar sebagai yayasan pendidikan tertua di Mesir bahkan di seluruh
dunia selalu memperingati malam yang sangat mulia ini. Hal ini karena diyakini
pada malam tersebut Allah akan memberikan keputusan tentang nasib seseorang
selama setahun ke depan. Keutamaan malam nisfu Sya'ban diterangkan secara jelas
dalam kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Imam
Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan
syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah
SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam
ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam
ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan
amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah,
catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
HADIST KEUTAMAAN NISFU SYA’BAN
Tentang
keutamaan malam Nisfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan untuk melakukan
ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rezeki dan umur yang bermanfaat,
terdapat beberapa hadis yang menurut sebagian ulama sahih. Diantaranya
Hadist pertama mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan
dari Siti A’isyah ra berkata, : "Suatu malam rasulullah salat, kemudian
beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil,
karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak.
Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat
bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang
tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu
lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”.
“Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban,
Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta
ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan
menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) .
Hadits Kedua mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan
dari Siti Aisyah ra bercerita bahwa pada suatu malam ia kehilangan Rasulullah
SAW. Ia lalu mencari dan akhirnya menemukan beliau di Baqi’ sedang
menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah Azza
Wajalla turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa)
yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan
Ibnu Majah)
Hadis Ketiga mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan
oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah
pada malam nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya
kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah)Hadis Keempat mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika malam nisfu Sya’ban tiba, maka salatlah di malam hari, dan berpuasalah di siang harinya, karena sesungguhnya pada malam itu, setelah matahari terbenam, Allah turun ke langit dunia dan berkata, Adakah yang beristighfar kepada Ku, lalu Aku mengampuninya, Adakah yang memohon rezeki, lalu Aku memberinya rezeki , adakah yang tertimpa bala’, lalu Aku menyelamatkannya, demikian seterusnya hingga terbitnya fajar.” (HR Ibnu Majah).
Dari
paparan di atas, kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk meramaikan malam
Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak
bacaan zikir, memperbanyak baca'an shalawat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berdo’a
dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.
Sejak
semula, Rasulullah Muhammad SAW telah mensinyalir bahwa bulan Sya’ban atau
bulan ke-8 dari perhitungan bulan Qamariyah (Hijriah) merupakan bulan yang
biasa dilupakan orang.
Maksud
Rasulullah, hikmah dan berbagai kemuliaan dan kebajikan yang ada dalam bulan
Sya’ban dilupakan orang. Mengapa dilupakan? Menurut pengakuan Rasulullah,
karena bulan Sya’ban berada di antara dua bulan yang sangat terkenal
keistimewaannya. Kedua bulan dimaksud adalah bulan Rajab dan bulan Ramadan.
Bulan Rajab selalu diingat karena di dalamnya ada peristiwa Isra Mikraj yang
diperingati dan dirayakan sedang bulan Ramadan ditunggui kedatangannya karena
bulan ini adalah bulan yang paling mulia dan istimewa di antara bulan yang ada.
Lantas
apa dan bagaimana bulan Sya’ban? Keistimewaan dan kemuliaan bulan Sya’ban
terletak pada pertengahannya, sehingga disebut dengan Nisfu Sya’ban. Nisfu
artinya setengah atau seperdua, dan Sya’ban sebagaimana disebut pada awal
tulisan ini, adalah bulan kedelapan dari tahun Hijrah. Nisfu Sya’ban secara
harfiyah berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15
Sya’ban. Kata Sya’ban sendiri adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata
syi’ab yang artinya jalan di atas gunung.
Bulan
kedelapan dari tahun Hijriah itu dinamakan dengan Sya’ban karena pada bulan itu
ditemukan banyak jalan untuk mencapai kebaikan. Malam Nisfu Sya’ban dimuliakan
oleh sebagian kaum muslimin karena pada malam itu diyakini dua malaikat
pencatat amalan keseharian manusia; Raqib dan Atib, menyerahkan catatan amalan
manusia Allah SWT, dan pada malam itu pula catatan-catatan itu diganti dengan
catatan yang baru.
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah bersabda “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang,
karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Ia adalah bulan
diangkatnya amal-amal oleh Tuhan. Aku menginginkan saat diangkat amalku aku
dalam keadaan sedang berpuasa (HR Nasa’I dari Usamah).
Sehubungan
dengan hal itu Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah ra.” lam
yakunin Nabiyi sha mim yashumu aksara min sya’baana finnahu kaana yashumuhu
kulluhu kaana yashumuhu illa qalilan. Maksud Aisyah dalam periwayatan ini bahwa
Nabi Muhammad SAW paling banyak berpuasa pada bulan Sya’ban.
Lebih
jauh dari itu, pada malan Nisfu Sya’ban Allah SWT menurunkan berbagai kebaikan
kepada hambanya yang berbuat baik pada malam tersebut. Kebaikan-kebaikan itu
berupa syafaat (pertolongan), magfirah (ampunan), dan itqun min azab
(pembebasan dari siksaan). Oleh karena itu malam Nisfu Sya’ban diberi nama yang
berbeda sesuai dengan penekanan kebaikan yang dikandungnya.
Imam
al-Gazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam Syafaat, karena
menurutnya, pada malam ke-13 dari bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti
tiga syafaat kepada hambanya. Lalu pada malam ke-14, seluruh syafaat itu
diberikan secara penuh. Meskipun demikian ada beberapa gelintir orang yang
tidak diperuntukkan pemberian syafaat kepadanya. Orang-orang yang tidak diberi
syafaat itu antara lain ialah orang-orang yang berpaling dari agama Allah dan
orang-orang yang tidak berhenti berbuat keburukan.
Nisfu
Sya’ban dinamakan juga sebagai malam pengampunan atau malam magfirah, karena
pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi,
terutama kepada hambanya yang saleh. Namun dalam pemberian ampunan itu
dikecualikan bagi orang-orang yang masih tetap pada perbuatannya mensyarikatkan
Allah alias musyrik, dan bagi mereka yang tetap berpaling dari Allah SWT. Nabi
bersabda: ?Tatkala datang malam Nisfu Sya’ban Allah memberikan ampunanNya
kepada penghuni bumi, kecuali bagi orang syirik (musyrik) dan berpaling dariNya
(HR Ahmad).
Ibn
Ishak meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa pernah Rasulullah memanggil
isterinya, Aisyah dan memberitahukan tentang Nisfu Sya’ban. “Wahai Humaira, apa
yang engkau perbuat malam ini? Malam ini adalah malam di mana Allah yang Maha
Agung memberikan pembebasan dari api neraka bagi semua hambanya, kecuali enam
kelompok manusia”.
Kelompok
yang dimaksud Rasulullah yaitu,
Pertama, kelompok manusia yang
tidak berhenti minum hamr atau para peminum minuman keras. Sebagaimana berulang
kali dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan hamr adalah jenis minuman yang
memabukkan, baik jenis minuman yang dibuat secara tradisional mapun jenis
minuman yang dibuat secara modern. Istilah populernya adalah minuman keras atau
miras. Yang disebut pertama antara lain tuak atau ballok, baik ballok tala,
ballok nipa, maupun ballok ase. Sementara yang disebut kedua antara lain bir
dan whyski. Termasuk kategori sebagai orang yang tidak berhenti minum hamr
ialah orang-orang menyiapkan minuman tersebut atau para pembuat dan
pengedarnya. Mereka ini tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi malah
diancam dengan siksaan api neraka.
Kedua, orang-orang yang mencerca
orang tuanya. Termasuk kategori mencerca orang tua ialah berbuat jahat terhadap
orang tua yang dalam hal ini ibu bapak. Menurut ajaran agama yang menyatakan
syis saja kepada ibu atau bapak itu sudah termasuk dosa. Membentak orang tua
termasuk perbuatan yang sangat dilarang. Allah SWT di samping menegaskan kepada
manusia untuk tidak beribadah selainNya, maka kepada kedua orangtua berbuat
baiklah. Waqadha Rabbuka an La ta’buduu Illah Iyyahu wa bilwalidaini ihsanan
(al-Isra: 17:23). Perbutan kategori baik terhadap orang tua antara lain
bertutur kata kepada keduanya dengan perkataan yang mulia, merendahkan diri
kepada keduanya dengan penuh kasih sayang, dan kepada keduanya didoakan; “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku di waktu kecil.”
Ketiga, orang-orang yang membangun
tempat zina.
Tempat berzina dimaksud adalah tempat pelacuran yang kini nama populernya
tempat PSK (pekerja seks komersial). Golongan atau kelompok orang yang seperti
ini, pada malam Nisfu Sya’ban tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi
sebaliknya mereka dijanji dengan siksaan dan azab.
Keempat, orang-orang atau para
pedagang yang semena-mena menaikkan harga barang dagangannya sehingga pembeli
merasa dizalimi. Misalnya, penjual bahan bakar minyak, termasuk minyak tanah. Harga
dagangan jenis ini sudah ada harga standar, tetapi kalau penjualnya menaikkan
harganya secara zalim, maka penjual yang demikian itulah yang tidak mendapat
pembebasan dari neraka.
Kelima, petugas cukai yang tidak
jujur.
Termasuk kategori petugas cukai adalah para kolektor pajak atau orang-orang
yang menagih pajak dan retribusi. Misalnya petugas cukai yang bertugas di
pasar-pasar yang menerima uang atau cukai dari penjual dengan bukti penerimaan
dengan karcis. Salah satu bentu ketidakjujuran kalau uang diterima tetapi tidak
diserahkan bukti penerimaan (karcis).
Keenam, kelompok orang-orang tukang
fitnah.
Orang-orang kelompok ini suka menyebarkan isu dan pencitraan buruk yang
sesungguhnya hanyalah sebuah fitnah. Keenam golongan inilah yang disebut tidak
mendapat fasilitas itqun minannar.
Atas
dasar itu, kiranya kita semua dapat menyadari bahwa sesungguhnya bulan Sya’ban
merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadan. Persiapan itu
meliputi persiapan mental dan persiapan fisik. Manusia atau umat hendaknya
memasuki bulan suci Ramadan sudah dalam keadaan iman yang mantap dan sudah
dalam keadaan mendapatkan syafaat, dan sudah dalam keadaan mendapat jaminan dan
pembebasan dari siksaan api neraka.
Dari
paparan di atas, kita sebagai umat Islam angat dianjurkan untuk meramaikan
malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah,
memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak baca'an shalawat, membaca al-Qur’an,
bersedekah, berdo’a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.