Rabu, 17 April 2013

BISNIS ALA RASULULLAH

Kejujuran Modal Awal Kesuksesan
Kaget! Himpunan pengusaha Makkah itu, terkagum begitu bertemu Rasulullah SAW. Selang beberapa hari setelah penguasaan Makkah (Fathu Makkah) oleh kaum muslimin. Ratusan orang itu sengaja datang bersama pimpinannya, Al-Ashaj untuk memberitahu tentang territorial Makkah. Tetapi, apa yang terjadi? Rasul dengan amat rinci menyebut lorong-lorong Makkah yang justru tidak mereka pahami.

Baginda Nabi – dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad – bertanya tentang kondisi Kota Sofa, Musyaqqar, Hijar bahkan tempat-tempat terpencil yang belum pernah mereka datangi. Karuan, Al-Ashaj terkagum, menyaksikan pengetahuan luas yang dimiliki Baginda Nabi SAW. “Wahai Muhammad! Ayah dan ibuku pasti sanggup berkorban untukmu karena engkau lebih paham tentang negeriku ketimbang diriku sendiri,”kata Al-Ashaj. 
 Lalu, Nabi Muhammad SAW. menjawab: “Sesungguhnya aku menemukan kaum yang amat ramah di negerimu.”

Menurut Ibnu Habib Baghdadi, pada zaman jahiliyah terdapat 13 pasar yang menjadi pusat bisnis di Semenanjung Arab. Tetapi pegadang-pedagang Arab hanya menguasai sebagian saja. Kaum Quraisy hanya berkutat di pasar Daumatul Jandal, Rabiyah dan Ukaz. Sementara Rasulullah SAW. Menguasai seluruhnya, bahkan sampai komoditi dan prilaku (watak) pedagangnya.

Rasul selalu mengajarkan kejujuran dalam berdagang. Tidak boleh berbohong. Meski tidak mudah, karena bohong itu penyakit yang sangat sulit diobati bagi para pedagang. Setiap kali pembeli datang, Rasulullah menyambutnya dengan ramah. Istilah sekarang: pembeli itu raja. Saking tidak maunya berbohong, sampai-sampai Nabi menceritakan berapa sesungguhnya harga barang itu dari pemiliknya.
”Harga barang itu 10 dinar dari Khadijah. Silahkan anda memberi ongkos (keuntungan) saya berapa?” demikian cara Rasulullah berdagang. Dengan kejujuran itu, pembeli tidak perlu was-was, dan tidak perlu merasa tertekan oleh penjual. Rasululah sangat menjaga perasaan pembeli. Cara terakhir ini kemudian diadopsi supermarket dengan memasang bandrol pas, kendati kadang harganya kelewat mahal.
***

Bisnis itu bersanding, bukan bersaing. Saling bantu, bukan saling buntu. Inilah yang diajarkan Rasulullah SAW. Kita bisa belajar dari kehidupan semut. Binatang kecil ini telah terpatri dalam Al-Quran, dan menjadi nama sebuah surat ke-27 (an-Naml). Begitu besarnya pelajaran dari seekor semut, walaupun hanya dua ayat disebutkan, namanya diabadikan sebagai nama sebuah surat.

Banyak cermin yang bisa kita ambil dari kehidupan semut. Binatang ini hidup berkelompok, bersama dan selalu bekerjasama. Semut adalah binatang yang tidak hidup dengan pola kesendirian atau individualisme. Semut menyadari akan kondisinya yang kecil dan lemah. Namun, kebersamaan dan kerjasamanya membuat binatang ini tidak bisa dipandang remah.

Artinya, menjadi pedagang kecil itu, pengusaha kecil, tidak perlu minder, karena kebersamaan dan kekompakan bisa menjadi besar. Bukankah semut dengan fisiknya yang kecil, ternyata mampu membuat onggokan sebesar bukit? Subhanallah!

Sisi lain. Semut itu binatang yang selalu hidup damai dengan sesamanya. Bahkan mereka saling memberitahu jika memperoleh sesuatu. Semut binatang yang selalu bertegur sapa dan ‘bersalaman’ ketika bertemu dengan yang lain. Menurut hasil pengamatan karena saking kuatnya dalam menjaga kekerabatan, semut itu selalu saling cium sebagai tanda keakraban. Bukankah Nabi SAW. telah menyampaikan, hendaklah mereka (dari kita) ketika bertemu dengan yang lain, saling tegur sapa dan memberi salam.

Akhlak (bisnis) Rasul yang begitu mulia ini membuat Khadijah ra. – salah satu dari sekian banyak konglomerat (pemilik modal) -- ‘kepincut’(jatuh hati :edit) dengan track record-nya. Seluruh sejarawan paham, bahwa bisnis Rasulullah diukir dari titik nol. Berkat kegigihan dan kejujurannya, beliau kemudian menjadi pengusaha sukses. Sudah begitu menjadi suami dari seorang wanita yang, juga pengusaha sukses.
Inilah cermin bisnis penting yang harus diikuti ketika menapaki dunia usaha. Selain mengejar sukses, kita harus memahami bagaimana sebuah proses. Bukankah begitu? Waallahu’alam bish-shawab. *

Penulis Direktur Harian Umum Duta Masyarakat (www.dutaonline.com)
H. Mokhammad Kaiyis S.Sos.I 
dikirim oleh Sir Duta (sirduta@gmail.com) untuk www.dkm-al-anshor.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar