Sabtu, 04 Mei 2013

TAUBATNYA SETAN QURAISY

GAGAH perkasa. Jalannya mirip singa lapar. Tidak sedikit umat Islam babak belur di tangannya. Manusia tangguh sekelas Umar bin Khaththab pun dibuat geleng-geleng kepala. Dialah Umair bin Wahb al Jumahi, pahlawan tempur kafir Quraisy. Karena kekejamannya ia sering disebut sebagai ‘Setan Quraisy’ pada masa jahiliyah.

Abu Jahal sempat diledek banci. Saat itu, Abu Jahal tengah memimpin pasukan perang Badar. Karena dianggap lemot,  Umair bin Wahb angkat bicara. “Mundur saja Bung! Umair siap di depan,” katanya. Tetapi sarannya diabaikan. Dan benar, kafir Quraisy luluh lantak, lari tunggang langgang meninggalkan kawasan Badar. Umair benar-benar sedih, apalagi dengan kasat mata ia melihat anaknya bernama Wahab ditawan pasukan muslim. Wahab digelandang ke Madinah.

Setelah kekalahan kafir Quraisy, jiwa kepahlawanan Umair kian terusik. Dia hendak berontak. Lalu sesumbar membunuh Rasulullah SAW. dalam sekejap. Hanya keadaannya yang miskin, banyak hutang, banyak tanggungan keluarga membuat  Umair terhalang melaksanakan niatnya.

Suatu ketika, ia merenung, di atas batu besar sebelah Ka’bah, tepatnya hijir Ismail. Tidak lama, kawan dekatnya Shofwan bin Umayyah datang. Shofwan mengucapkan salam khas jahiliyah. “’Im shabahan wahai Abu Wahab. Duduklah, kita berbicara sebentar, kita menghabiskan waktu dengan berbicara,” katanya.

Umair bin Wahb tidak kuasa bicara banyak. Hatinya benar-benar gundah atas keselamatan anaknya. Dia khawatir Wahab disiksa sebagaimana ia menyiksa kaum muslimin di Makkah.  Keduanya mulai membicarakan perang Badar yang memalukan. Mereka menghitung jumlah tawanan yang ada di tangan Rasulullah Muhammad SAW dan sahabatnya. “Ya termasuk anakku, Wahab,” katanya.

Pandangan Umair tak sanggup melepas banyaknya pemimpin Quraisy yang mati dalam peperangan dan dikuburkan di sumur Qalib. Lalu Shofwan menarik napas panjang dan berkata. "Demi Latta, hidup ini akan lebih buruk tanpa mereka."

"Ya! Engkau benar," Umair menjawab. Lalu ia terdiam sejenak dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, kalaulah bukan karena utang yang belum kubayar dan kehidupan keluarga yang amat aku khawatirkan, sungguh aku temui Muhammad dan kubunuh secepatnya. Anda tahu siapa saya, Umair," katanya. Tapi kali ini ia tak sanggup menepuk dada. Ia masih tertunduk lesu dan berkata, "Keberadaan anakku, yang menyebabkan aku harus pergi ke Yatsrib (Madinah)," tambahnya.
Shofwan paham. la tidak mau kehilangan kesempatan. Ia menoleh kepadanya dan berkata, "Ya Umair, limpahkan­lah semua utangmu kepadaku. Aku pasti membayarnya. Sedangkan keluargamu aku jamin keselamatannya, kelangsungan hidupnya. Hartaku lebih dari cukup untuk semua­nya."
Kepala Umair langsung bangkit  "Oh iya! Kalau benar rahasiakan pembicaraan ini. Jangan ada yang tahu, aku segera selesaikan Muhammad," tambahnya.
Sofwan setuju, sambil berjabat tangan ia berkata,. "Baiklah!" 

***

Umair langsung bangkit dari duduknya.  Pamit pulang mengambil pedangnya, mengasah dan melumurinya dengan racun. la meminta kendaraan (onta) dan bekal segera dipersiapkan. Ia langsung menungganginya. Matanya rnemandang jauh ke Madinah. Hatinya penuh dendam dan marah.  “Tunggu kabar gembira dari saya,” katanya sambil melecut kendaraannya.
Begitu Umair tiba di Madinah, ia menuju masjid Rasulullah SAW. ia menambatkan kendaraan­nya, dan turun. Umar bin Khaththab bersama sahabat lain yang sedang duduk di dekat pintu masjid -- berbincang tentang Perang Badar – kaget bukan main saat tanpa sengaja menoleh ke arah Umair. Apalagi ia berjalan dengan pedang terhunus,  tergantung di lehernya. Jantung Umar berdetak keras. "Itu Umair bin Wahb, musuh Allah. Demi Allah, aku yakin ia datang bermaksud jelek. la telah mempengaruhi kaum musyrikin di Makkah. Ia mata-mata mereka sebelum Perang Badar."

"Pergilah kalian meng­hadap Rasulullah SAW., katakan kepadanya kedatangan makhluk jelek, setan Quraisy."  Dan, Umar tak sabar langsung menemui Nabi SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, musuh Allah, Umair bin Wahb datang memanggul pedang, aku yakin ia pasti datang dengan maksud buruk," begitu Umar mengabarkan.

 
Rasulullah menjawab santai, "Suruhlah ia masuk." Umar kemudian mendatangi Umair, me­narik bajunya dengan kuat, mengikat lehernya dengan pedang­nya, dan membawanya menghadap Rasulullah SAW. Umair tidak melakukan perlawanan, karena taktiknya akan dilepas begitu leluasa berhadapan dengan Rasulullah.
"Wahai Umar, lepaskanlah dia," begitu perintah Rasulullah.

Umar pun melepaskan ikatannya dengan tidak memberikan kesempatan bergerak sama sekali. Kemudian Rasulullah berkata,"Mundurlah darinya!" Umar sedikit enggan tetapi tetap mundur sejengkal. Lalu Rasulullah memandang Umair dan berkata, "Mendekatlah, wahai Umair."
Umair mendekat dan berkata, "An' im shabahan (ucapan selamat orang Arab masa Jahiliah)." Rasulullah bekata, "Allah telah memuliakan kami dengan ucapan selamat yang lebih baik daripada ucapan itu, ya Umair. Allah telah memuliakan kami dengan ucapan Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Itu adalah ucapan selamat para ahli surga."
Umair berkata, "Terserah! Tidaklah begitu jauh dengan ucapan selamat kami. Ucapanmu itu baru ada belum lama ini."

Rasulullah to the point, "Apa maksudmu kemari, ya Umair?"
"Aku datang agar kau melepaskan seorang tawan­an yang ada di tangan kalian. Berbuat baiklah kalian kepadaku untuknya."

"Bagaimana dengan pedang yang ada di lehermu itu?" Rasulullah terus bertanya.
"Itu adalah pedang yang terjelek." Rasulullah lalu membongkar semua niat jahatnya. “Jujurlah, apa maksudmu datang ke sini? Bukankah engkau telah duduk bersama Shofwan bin Umayyah di atas batu beberapa hari yang lalu? Kalian membincangkan perihal korban Quraisy di sumur Qulaib dan engkau berkata, 'Kalaulah bukan karena utang dan keluargaku, sungguh aku akan menyusul ke Madinah untuk membunuh Muhammad,” kata Nabi SAW.

Umair terkaget. Bagaimana bisa tahu. Rasulullah meneruskan ceritanya. “Ingat kamu! Shofwan lalu menanggung semua utangmu dan keluarga­mu agar engkau pergi membunuhku. Tetapi Allah menghalangimu melaksanakan niat jelek itu," tambah beliau.
Mendengar ini kekuatan Umair langsung rontok. “Muhammad! Aku harus bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah." Lalu ia meneruskan perkataannya, "Sungguh, pembicaraanku dengan Shofwan tidak seorang pun tahu kecuali aku dan dia. Demi Allah, aku yakin pasti Allah telah memberitahumu. Mahasuci Allah yang telah menggiringku kepadamu dan memberiku hidayah kepada Islam." Kemudian ia mengucapkan syahadatain, memeluk Islam.

Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat beliau, "Ajarkan saudaramu ini tentang Islam. Ajarkan kepadanya Al-Qur'an, dan bebaskanlah anaknya." Kaum muslimin bergembira dengan masuk Islamnya Umair bin Wahb, sehingga Umar bin Khaththab berkata, "Sungguh, babi lebih aku sukai daripada Umair bin Wahb ketika ia datang menemui Rasulullah. Dan sekarang, Umair bin Wahb lebih aku cintai daripada sebagian anak-anakku."

Setelah itu, Umair membersihkan dirinya dengan mem­pelajari Islam.Sedang Shofwan terus menunggu kabar gembira tak kunjung datang, "Bergembira­lah kalian dengan berita yang sebentar lagi akan sampai kepada kalian, sehingga kalian pun terlupa dengan tragedi Badar," katanya kepada setiap orang di Makkah.

Shofwan menunggu lama, mulai ­khawatir. Kemudian ia mulai mencari  informasi dari kafilah dagang tentang Umair bin Wahb. Tetapi ia tidak segera mendapatkannya. Lalu pada suatu hari, datang seseorang kepadanya dan berkata, "Umair telah memeluk Islam."

Berita itu bagaikan petir di siang bolong. Ia menyangka Umar tidak akan memeluk Islam meskipun seisi bumi menjadi muslim. Dan kabar itu memang benar, tak l;ama, Umair pun kembali ke Makkah dan dengan lantang menyuru penduduk Makkah bersyahadat. Ia berhasil membawa banyak rombongan ke Madinah untuk berbaiat. Baginya tanggungan utang, kebutuhan hidup serta nasib anaknya menjadi kecil. Semua ia tuntaskan dengan baik. Konspirasi jahat, menurutnya, tak akan berhasil dan pasti lenyap. Subhanallah, semoga kita bisa bercermin dari kisah Umair bin Wahb, amin. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar