GAGAH perkasa. Jalannya mirip singa lapar. Tidak
sedikit umat Islam babak belur di tangannya. Manusia tangguh sekelas Umar bin
Khaththab pun dibuat geleng-geleng kepala. Dialah Umair bin Wahb al Jumahi,
pahlawan tempur kafir Quraisy. Karena kekejamannya ia sering disebut sebagai
‘Setan Quraisy’ pada masa jahiliyah.
Abu Jahal sempat diledek banci. Saat itu,
Abu Jahal tengah memimpin pasukan perang Badar. Karena dianggap lemot,
Umair bin Wahb angkat bicara. “Mundur saja Bung! Umair siap di depan,”
katanya. Tetapi sarannya diabaikan. Dan benar, kafir Quraisy luluh lantak, lari
tunggang langgang meninggalkan kawasan Badar. Umair benar-benar sedih, apalagi
dengan kasat mata ia melihat anaknya bernama Wahab ditawan pasukan muslim.
Wahab digelandang ke Madinah.
Setelah kekalahan kafir Quraisy, jiwa kepahlawanan
Umair kian terusik. Dia hendak berontak. Lalu sesumbar membunuh Rasulullah SAW.
dalam sekejap. Hanya keadaannya yang miskin, banyak hutang, banyak tanggungan
keluarga membuat Umair terhalang melaksanakan niatnya.
Suatu ketika, ia merenung, di atas batu besar sebelah
Ka’bah, tepatnya hijir Ismail. Tidak lama, kawan dekatnya Shofwan bin Umayyah
datang. Shofwan mengucapkan salam khas jahiliyah. “’Im shabahan wahai
Abu Wahab. Duduklah, kita berbicara sebentar, kita menghabiskan waktu dengan
berbicara,” katanya.
Umair bin Wahb tidak kuasa bicara banyak. Hatinya
benar-benar gundah atas keselamatan anaknya. Dia khawatir Wahab disiksa
sebagaimana ia menyiksa kaum muslimin di Makkah. Keduanya mulai
membicarakan perang Badar yang memalukan. Mereka menghitung jumlah tawanan yang
ada di tangan Rasulullah Muhammad SAW dan sahabatnya. “Ya termasuk anakku,
Wahab,” katanya.
Pandangan Umair tak sanggup melepas banyaknya pemimpin Quraisy yang mati dalam peperangan dan dikuburkan di sumur Qalib. Lalu Shofwan menarik napas panjang dan berkata. "Demi Latta, hidup ini akan lebih buruk tanpa mereka."
"Ya! Engkau benar," Umair menjawab. Lalu ia terdiam sejenak dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, kalaulah bukan karena utang yang belum kubayar dan kehidupan keluarga yang amat aku khawatirkan, sungguh aku temui Muhammad dan kubunuh secepatnya. Anda tahu siapa saya, Umair," katanya. Tapi kali ini ia tak sanggup menepuk dada. Ia masih tertunduk lesu dan berkata, "Keberadaan anakku, yang menyebabkan aku harus pergi ke Yatsrib (Madinah)," tambahnya.
Pandangan Umair tak sanggup melepas banyaknya pemimpin Quraisy yang mati dalam peperangan dan dikuburkan di sumur Qalib. Lalu Shofwan menarik napas panjang dan berkata. "Demi Latta, hidup ini akan lebih buruk tanpa mereka."
"Ya! Engkau benar," Umair menjawab. Lalu ia terdiam sejenak dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, kalaulah bukan karena utang yang belum kubayar dan kehidupan keluarga yang amat aku khawatirkan, sungguh aku temui Muhammad dan kubunuh secepatnya. Anda tahu siapa saya, Umair," katanya. Tapi kali ini ia tak sanggup menepuk dada. Ia masih tertunduk lesu dan berkata, "Keberadaan anakku, yang menyebabkan aku harus pergi ke Yatsrib (Madinah)," tambahnya.
Shofwan paham. la tidak mau kehilangan kesempatan. Ia
menoleh kepadanya dan berkata, "Ya Umair, limpahkanlah semua utangmu
kepadaku. Aku pasti membayarnya. Sedangkan keluargamu aku jamin keselamatannya,
kelangsungan hidupnya. Hartaku lebih dari cukup untuk semuanya."
Kepala Umair langsung bangkit "Oh iya!
Kalau benar rahasiakan pembicaraan ini. Jangan ada yang tahu, aku segera
selesaikan Muhammad," tambahnya.
Sofwan setuju, sambil berjabat tangan
ia berkata,. "Baiklah!"
***
Umair langsung bangkit dari
duduknya. Pamit pulang mengambil pedangnya, mengasah dan melumurinya
dengan racun. la meminta kendaraan (onta) dan bekal segera dipersiapkan. Ia
langsung menungganginya. Matanya rnemandang jauh ke Madinah. Hatinya penuh
dendam dan marah. “Tunggu kabar gembira dari saya,” katanya sambil
melecut kendaraannya.
Begitu Umair tiba di Madinah, ia
menuju masjid Rasulullah SAW. ia menambatkan kendaraannya, dan turun.
Umar bin Khaththab bersama sahabat lain yang sedang duduk di dekat pintu masjid
-- berbincang tentang Perang Badar – kaget bukan main saat tanpa sengaja
menoleh ke arah Umair. Apalagi ia berjalan dengan pedang terhunus,
tergantung di lehernya. Jantung Umar berdetak keras. "Itu Umair bin
Wahb, musuh Allah. Demi Allah, aku yakin ia datang bermaksud jelek. la telah
mempengaruhi kaum musyrikin di Makkah. Ia mata-mata mereka sebelum Perang
Badar."
"Pergilah kalian menghadap Rasulullah SAW., katakan kepadanya kedatangan makhluk jelek, setan Quraisy." Dan, Umar tak sabar langsung menemui Nabi SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, musuh Allah, Umair bin Wahb datang memanggul pedang, aku yakin ia pasti datang dengan maksud buruk," begitu Umar mengabarkan.
Rasulullah menjawab santai, "Suruhlah ia masuk." Umar kemudian mendatangi Umair, menarik bajunya dengan kuat, mengikat lehernya dengan pedangnya, dan membawanya menghadap Rasulullah SAW. Umair tidak melakukan perlawanan, karena taktiknya akan dilepas begitu leluasa berhadapan dengan Rasulullah.
"Pergilah kalian menghadap Rasulullah SAW., katakan kepadanya kedatangan makhluk jelek, setan Quraisy." Dan, Umar tak sabar langsung menemui Nabi SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, musuh Allah, Umair bin Wahb datang memanggul pedang, aku yakin ia pasti datang dengan maksud buruk," begitu Umar mengabarkan.
Rasulullah menjawab santai, "Suruhlah ia masuk." Umar kemudian mendatangi Umair, menarik bajunya dengan kuat, mengikat lehernya dengan pedangnya, dan membawanya menghadap Rasulullah SAW. Umair tidak melakukan perlawanan, karena taktiknya akan dilepas begitu leluasa berhadapan dengan Rasulullah.
"Wahai Umar, lepaskanlah
dia," begitu perintah Rasulullah.
Umar pun melepaskan ikatannya dengan tidak memberikan kesempatan bergerak sama sekali. Kemudian Rasulullah berkata,"Mundurlah darinya!" Umar sedikit enggan tetapi tetap mundur sejengkal. Lalu Rasulullah memandang Umair dan berkata, "Mendekatlah, wahai Umair."
Umar pun melepaskan ikatannya dengan tidak memberikan kesempatan bergerak sama sekali. Kemudian Rasulullah berkata,"Mundurlah darinya!" Umar sedikit enggan tetapi tetap mundur sejengkal. Lalu Rasulullah memandang Umair dan berkata, "Mendekatlah, wahai Umair."
Umair mendekat dan berkata, "An'
im shabahan (ucapan selamat orang Arab masa Jahiliah)." Rasulullah
bekata, "Allah telah memuliakan kami dengan ucapan selamat yang lebih baik
daripada ucapan itu, ya Umair. Allah telah memuliakan kami dengan ucapan Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Itu adalah ucapan selamat para ahli
surga."
Umair berkata, "Terserah! Tidaklah
begitu jauh dengan ucapan selamat kami. Ucapanmu itu baru ada belum lama
ini."
Rasulullah to the point,
"Apa maksudmu kemari, ya Umair?"
"Aku datang agar kau melepaskan
seorang tawanan yang ada di tangan kalian. Berbuat baiklah kalian kepadaku
untuknya."
"Bagaimana dengan pedang yang ada
di lehermu itu?" Rasulullah terus bertanya.
"Itu adalah pedang yang
terjelek." Rasulullah lalu membongkar semua niat
jahatnya. “Jujurlah, apa maksudmu datang ke sini? Bukankah engkau telah duduk
bersama Shofwan bin Umayyah di atas batu beberapa hari yang lalu? Kalian
membincangkan perihal korban Quraisy di sumur Qulaib dan engkau berkata,
'Kalaulah bukan karena utang dan keluargaku, sungguh aku akan menyusul ke
Madinah untuk membunuh Muhammad,” kata Nabi SAW.
Umair terkaget. Bagaimana bisa tahu. Rasulullah meneruskan ceritanya. “Ingat kamu! Shofwan lalu menanggung semua
utangmu dan keluargamu agar engkau pergi membunuhku. Tetapi Allah
menghalangimu melaksanakan niat jelek itu," tambah beliau.
Mendengar ini kekuatan Umair langsung
rontok. “Muhammad! Aku harus bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah."
Lalu ia meneruskan perkataannya, "Sungguh, pembicaraanku dengan Shofwan
tidak seorang pun tahu kecuali aku dan dia. Demi Allah, aku yakin pasti Allah
telah memberitahumu. Mahasuci Allah yang telah menggiringku kepadamu dan
memberiku hidayah kepada Islam." Kemudian ia mengucapkan syahadatain,
memeluk Islam.
Kemudian Rasulullah berkata kepada para
sahabat beliau, "Ajarkan saudaramu ini tentang Islam. Ajarkan kepadanya
Al-Qur'an, dan bebaskanlah anaknya." Kaum muslimin bergembira
dengan masuk Islamnya Umair bin Wahb, sehingga Umar bin Khaththab berkata,
"Sungguh, babi lebih aku sukai daripada Umair bin Wahb ketika ia datang
menemui Rasulullah. Dan sekarang, Umair bin Wahb lebih aku cintai daripada
sebagian anak-anakku."
Setelah itu, Umair membersihkan dirinya
dengan mempelajari Islam.Sedang Shofwan terus menunggu kabar gembira tak
kunjung datang, "Bergembiralah kalian dengan berita yang sebentar lagi
akan sampai kepada kalian, sehingga kalian pun terlupa dengan tragedi
Badar," katanya kepada setiap orang di Makkah.
Shofwan menunggu lama, mulai khawatir.
Kemudian ia mulai mencari informasi dari kafilah dagang tentang Umair bin
Wahb. Tetapi ia tidak segera mendapatkannya. Lalu pada suatu hari, datang
seseorang kepadanya dan berkata, "Umair telah memeluk Islam."
Berita itu bagaikan petir di siang
bolong. Ia menyangka Umar tidak akan memeluk Islam meskipun seisi bumi menjadi
muslim. Dan kabar itu memang benar, tak l;ama, Umair pun kembali ke Makkah dan
dengan lantang menyuru penduduk Makkah bersyahadat. Ia berhasil membawa banyak
rombongan ke Madinah untuk berbaiat. Baginya tanggungan utang, kebutuhan hidup
serta nasib anaknya menjadi kecil. Semua ia tuntaskan dengan baik. Konspirasi
jahat, menurutnya, tak akan berhasil dan pasti lenyap. Subhanallah,
semoga kita bisa bercermin dari kisah Umair bin Wahb, amin. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar